Sabtu, 15 Oktober 2011

PERKEMBANGAN HADIS PADA PERIODE TABI’IN



 
A.      Pendahuluan
Segala ucapan, perbuatan, ketetapan bahkan apa saja yang dilakukan oleh Rasulullah SAW menjadi uswah bagi para sahabat dan umat Islam yang kita kenal sebagai hadits. Pada masa Rasulullah masih hidup, hadits belum mendapat perhatian dan sepenuhnya seperti Al-Qur’an. Para sahabat khususnya yang mempunyai tugas istimewa menghafal Al-Qur’an, selalu mencurahkan tenaga dan waktunya untuk mengabadikan ayat-ayat al-Qur’an di atas alat-alat yang mungkin dipergunakannya. Tetapi tidak demikian dengan al-Hadits, walaupun para sahabat memerlukan petunjuk-petunjuk dan keterangan dari Nabi saw dalam menafsirkan dan melaksanakan ketentuan-ketentuan dalam Al-Qur’an mereka belum membayangkan bahaya yang dapat mengancam generasi mendatang selama hadits belum diabadikan dalam tulisan.
Pada dasarnya periwayatan yang dilakukan oleh kalangan tabi’in tidak berbeda dengan yang dilakukan para sahabat, mereka mengikuti jejak para sahabat sebagai guru-guru mereka. Hanya saja persoalan yang dihadapi mereka agak berbeda dengan yang dihadapi para sahabat. Oleh karena itu, untuk lebih jelasnya akan dibahas dalam makalah sederhana  ini dengan rumusan masalah sebagai berikut:
1.    Apa itu tabi’in?
2.    Dimana saja pusat pembinaan hadis?
3.    Dokumen-dokumen hadis tertulis pada masa tabi’in?

B.       Definisi Tabi’in
Tabi’iy pada asalnya berarti pengikut. Dalam ilmu haids, tabi’in ialah seluruh orang Islam yang hanya bertemu dengan sahabat, berguru kepadanya, tidak bertemu dengan Nabi saw. Dan tidak pula semasa dengan Nabi saw. Seorang dari tabi’in disebut tabi’iy atau tabi’.
Ibnu Hajar berkata;
اَلتَّابِعِيُّ مَنْ لَقِيَ الصَّحَابِيَّ مُؤْمِنًا بِاْلإِسْلاَمِ
“Tabi’iy itu orang yang menjumpai shahaby dalam keadaannya beriman dan mati dalam Islam.”

Mufrad dari tabi’in ialah tabi’. Dan bisa juga dijamakkan dengan atba’.[1]

C.      Tokoh-tokoh Hadis
Di antara tokoh-tokoh tabi’in yang masyhur dalam bidang riwayat:
1.    Di Madinah: Said, Urwah, Abu Bakar ibn Abd ar-Rahman ibn Al Harits ibn Hisyam, Ubaidullah ibn Abdullah ibn Utbah, Salim ibn Abdullah ibn Umar, Sulaiman ibn Yassar, Al-Qasim ibn Muhammad ibn Abu Bakar, Nafi’, Az-Zuhry, Abu Az-Zinad, Kharijah ibn Zaid, Abu Salamah ibn  Abd ar-Rahman ibn Auf.
2.    Di Mekkah: Ikrimah, Atha’ ibn Abi Rabah, Abu az-zubair, Muhammad ibn Muslim.
3.    Di Kufah: Asy-Sya’by, Ibrahim an-Nakha’y, Alqamah an-Nakha’y.
4.    Di Bashrah: Al-Hasan, Muhammad ibn Sirin, Qatadah.
5.    Di Syam: Umar ibn Abd al-Aziz, Qabishah ibn Dzuaib, Makhul Ka’b al-Akbar.
6.    Di Mesir: Abu al-Khair Martsad ibn Abdullah al-Yaziny, Yazid ibn Habib.
7.    Di Yaman: Thaus ibn Kiasan al-Yamany, Wahab ibn al-Munabbih.[2]

D.    Pusat-pusat Pembinaan Hadis
Pada masa ini daerah kekuasaan Islam semakin luas. Banyak sahabat ataupun tabi’in yang pindah dari Madinah ke daerah-daerah yang baru dikuasai, di samping banyak pula yang masih tinggal di Madinah dan Mekkah. Para sahabat pindah ke daerah baru disertai dengan pebendaharaan hadis yang ada pada mereka, sehingga hadis-hadis tersebar di berbagai daerah. Kemudian bermunculan sentra-sentra hadis, sebagaimana dikemukakan Muhammad Abu Zahw, yaitu:[3]
1.         Madinah
Madinah adalah rumah hijrah dan ibu kota pemerintahan Islam yang menampung Rasulullah SAW., setelah beliau dan para sahabat r.a melakukan hijrah. Di kota ini pula terjadi proses awal perkembangan Islam.[4]
Di antara sarjana-sarjana tabi’in yang belajar kepada sahabat-sahabat itu ialah Said, Urwah, Az-Zuhry, Ubaidillah ibn Abdillah ibn Utbah, Ibnu Mas’ud, Salim ibn Abdillah ibn Umar, Al-Qasim ibn Muhammad ibn Abi Bakar, Nafi’, Abu Bakar ibn Abd ar-Rahman ibn al-Harits ibn Hisyam dan Abu az-Zinad.[5]
2.         Mekkah
Di antara tabi’in yang belajar pada Mua’dz ialah Mujahid, Ikrimah, Atha’ ibn Rabah, Abu az-Zubair Muhammad ibn Muslim.
3.       Kufah
Abdullah ibn Mas’ud adalah pemimpin besar hadis di Kufah. Ulama hadis yang belajar kepadanya ialah Masruq, Ubaidah, Al-Aswad, Syuraih, Ibrahim, Said ibn Jubair, Amir ibn Syurahil, dan Asy-Sya’by.
4.      Bashrah
Sarjana-sarjana tabi’in yang belajar pada para sahabat antara lain ialah Abu Aliyah, Rafi’ ibn Mihram ar-Riyahy, Al-Hasan al-Bishry, Muhammad ibn Sirin, Abu Sya’ta, Jabir ibn zaid, Qatadah, Mutarraf ibn Abdullah ibn Syikhkhir dan Abu Bardah ibn Abi Musa.
5.         Syam
Para tabi’in yang belajar dengan Ubadah ibn Shamit dan Abu Darda ialah Abu Idris al-Khaulany, Qabishah ibn Dzuaib, Makhul, Raja’ ibn Haiwah.


6.         Mesir
Di antara para tabi’in yang belajar dengan para sahabat ialah Abu al-Khair Martsad al-Yaziny dan Yazid ibn Abi Habib.[6]
7.      Maghribi dan Andalusia (Spanyol)
Para tabi’in yang muncul di sini, ialah Ziyad ibn An’am Al-Mu’afil, Abdurrahman ibn ziyad, Yazid ibn Abi Mansur, Al-Mughirah ibn Abi Burdah, Rfa’af ibn Rafi’ dan Muslim ibn Yasar.[7]
8.         Yaman
Para tabi’in yang muncul disini di antaranya, ialah Hammam ibn Munabah, Wahab ibn Munabah, Thawus dan Ma’mar ibn Rasyid.
9.         Khurasan
Para tabi’in yang muncul disini di antaranya, ialah Muhammad ibn Ziyad, Muhammad ibn Tsabit Al-Anshari dan Yahya ibn  Sabih Al-Mugri.[8]

E.     Dokumen-dokumen Tertulis Hadis dari Generasi Tabiin
Dibanding dengan periode sahabat, dokumen-dokumen hadis yang ditulis selama periode tabi’in jauh lebih banyak lagi. Hal demikian tidaklah berlebihan karena jumlah populasi tabi’in lebih banyak dari pada populasi sahabat dan jumlah mereka yang ahli di bidang tulis-menulis juga lebih banyak dari pada kalangan sahabat. Di antara dokumen-dokumen hadis yang ditulis oleh atau berasal dari kalangan tabi’in adalah[9]:
1.      Shahîfat Sa’îd ibn Jubair
Sa’id ibn Jubair  (w.95 H) termasuk seorang tokoh tabi’in yang ahli di  bidang qiraah dan tafsir, sejarah, ataupun hadis. Nama lengkapnya adalah Abu Muhammad Sa’id ibn Jubair ibn Hisyam al-Asadiy al-Walibiy. Selain itu, ada juga laporan bahwa ia mempunyai kumpulan hadis-hadis yang diterima dari ‘Abdullah ibn ‘Abbas dan Abdullah ibn Umar.
2.      Shahîfat Sulaiman ibn Qais al-Yasykuriy
Sulaiman ibn Qais (w.75 H) merupakan salah seorang tabi’in. Nama lengkapnya adalah Sulaiman ibn Qais al-Yasykuriy al-Bashriy. Beliau adalah termasuk ulama yang menyetujui penulisan hadis. Sulaiman pernah bermukim di Mekkah selama satu tahun dan tinggal bersama Jabir ibn ‘Abdillah. Disebutkan bahwa Sulaiman pernah menulis sebuah sahifah dari Jabir ibn ‘Abdillah, dan sepeninggal dia sahifah itu disimpan oleh isterinya. Ada riwayat lain yang menyebutkan bahwa ibunda Sulaiman pernah menyampaikan kepada Tsabit, Qatadah, Abu al-Basyr, dan al-Hasan salah satu buku kumpulan hadis anaknya. Mereka kemudian meriwayatkan seluruh hadis yang ada dalam buku itu, kecuali Tsabit yang hanya meriwayatkan satu hadis saja.
3.      Shahîfat Muhammad ibn ‘Aliy ibn Abî Thâlib-ibn al-Hanafiyah
Muhammad ibn ‘Aliy ibn al-Hanafiyah (w. 81 H)  termasuk salah seorang putra ‘Aliy ibn Abi Thalib. Nama lengkapnya adalah Abu al-Qasim Muhammad ibn al-Imam ‘Aliy ibn Abi Thalib ‘Abdi Manaf ibn ‘Abd al-Muththalib Syaibah ibn Hasyim ‘Amr ibn Manaf ibn Qushayy ibn kilab al-Qurasyiy al-Hasyimiy al-Madaniy.
Sebagai seorang ahli hadis, Muhammad ibn ‘Aliy ibn al-Hanafiyah pernah meriwayatkan hadis dari ayahnya, ‘Aliy, ‘Umar,  Utsman, ‘Ammar ibn Yasir, Mu’awiyah dan Abu Hurairah. Demikian pula, ia tercatat sebagai salah seorang murid yang pernah belajar dan mencatat hadis-hadis dari Jabir bin ‘Abdillah. Sementara hadis-hadisnya telah diriwayatkan oleh anaknya, ‘Abdullah, al-Hasan, Ibrahim, ‘Aun, salim ibn Abi al-Ja’d, Mudzir al-Tsauriy, Abu Ja’far al-Baqir, dan lainnya. Ia pun dikabarkan memiliki sebuah sahifah hadis yang mana sahifah itu pernah diriwayatkan oleh muridnya, ‘Abd al-A’la ibn ‘Amir al-Tsa’labiy.  
4.      Kitab Muhammad ibn ‘Aliy al-Bâqir
Muhammad al-Baqir (w. 114 H) merupakan salah seorang imam Syi’ah Itsna ‘Asyariyah. Nama lengkapnya adalah Abu Ja’far Muhammad ‘Aliy ibn al-Husain ibn ‘Aliy al-‘Alawiy al-Fathimiy al-Madaniy al-Baqir. Ia telah meriwayatkan hadis dari Nabi saw. dan ‘Aliy secara mursal, dari Hasan dan Husain secara mursal, dan ‘Aisyah, Abu Hurairah dan Samurah ibn Jundub juga secara mursal, dari Ibn ‘Abbas, Ibn ‘Umar, Jabir ibn Abdillah, Sa’id ibn al- Musayyab, ‘Aliy Zain al-‘Abidin, dan Muhammad ibn al-Hanafiyah.
Dalam sumber Syi’ah, Muhammad al-Baqir dilaporkan memiliki sejumlah karya, diantaranya:
·         Tafsir  Al-Qur’an yang diriwayatkan oleh Ziyad ibn Mundzir
·         Nuskhah hadis yang diriwayatkan oleh Khalid ibn Abi Karimah
·         Nuskhah yang diriwayatkan oleh Khalid ibn Thahman
·         Kitab yang diriwayatkan ‘Abd al-Mu’min ibn al-Qasim al-Kufiy
·         Kitab yang diriwayatkan oleh Zurarah ibn A’yun al-Nasa’iy.[10]
5.      Musnad Imam Zaid
Zaid ibn ‘Aliy adalah saudara Muhammad al-Baqir. Ia termasuk salah seorang imam Syi’ah Zaidiyah. Nama lengkapnya adalah Zaid ibn ‘Aliy Zainal al-‘Abidin ibn al-Husain ibn ‘Aliy ibn Thalib Abu al-Husain al-Hasyimiy al-‘Alawiy al-Madaniy. Ada sebagian sumber yang menyebutkan bahwa ia lahir pada sekitar 76 H, namun sebagiab sumber lainnya menyebutkan bahwa ia dilahirkan pada 80 H. Tokoh Syi’ah Zaidiyah ini kemudian wafat pada 122 H.
Karya kompilasi hadisnya diberi nama al-Majmu’ al-Fiqhiy, dan ada pula sebagian kalangan yang menyebutnya dengan Musnad. Berbeda dengan kitab-kitab musnad lainnya yang biasanya memuat materi-materi hadis dari berbagai jalur periwayatan, karya ini hanya memuat materi hadis yang diriwayatkan Zaid ibn ‘Aliy dari bapaknya (‘Aliy Zain al-‘Abidin) dari kakeknya (al-Husain ibn ‘Aliy). Selain itu, tidak layaknya kitab-kitab musnad yang disusun berdasarkan urutan nama sahabat, karya ini disusun berdasarkan bab-bab fikih. Susunan babnya meliputi: bab bersuci (kitab al-thaharah), bab shalat (kitab al-Shalah), bab jenazah (kitab al-jana’iz), bab zakat (kitab al-zakah), bab haji (kitab al-hajj), bab jual beli (kitab al-buyu’), dan seterusnya. Hadis yang tercantum dalam kitab ini mencapai 360 buah.[11] 
6.      Shahîfat Hammâm ibn Munabbih
Hammam ibn Munabbih (w. 131 H) termasuk tokoh tabiin. Nama lengkapnya Hammam ibn Munabbih ibn Kamil ibn Siyah al-Abnawiy al-Shan’aniy. Ia adalah salah seorang murid Abu Hurairah dan dari gurunya itu mencatat hadis-hadis yang kemudian dihimpun dalam suatu sahifah yang diberi nama ­al-Shahifat al-Shahihah. Menurut beberapa sumber, sahifah itu memuat sekitar 140 hadis. Ahmad ibn Hanbal dalam kitab musnad-nya, telah meriwayatkan hampir seluruh hadis dalam sahifah itu. Berbeda dengan sahifah-sahifah lain yang naskah aslinya tidak ditemukan lagi, naskah asli dari sahifah ini masih ditemukan hingga sekarang.
Penghimpunan hadis pada abad ini masih campur dengan perkataan sahabat dan fatwanya. Berbeda dengan penulisan pada abad sebelumnya yang masih berbentuk lembaran-lembaran (shuhuf) atau shahifah-shahifah (lembaran-lembaran) yang hanya dikumpulkan tanpa klasifikasi ke dalam beberapa bab secara tertib pada masa ini sudah dihimpun perbab. Materi hadisnya dihimpun dari shuhuf  yang ditulis secara lisan baik dari sahabat atau tabi’in.
Penghimpunan hadis pada abad ini masih campur dengan perkataan sahabat dan fatwanya. Berbeda dengan penulisan pada abad sebelumnya yang masih berbentuk lembaran-lembaran (shuhuf) atau shahifah-shahifah (lembaran-lembaran) yang hanya dikumpulkan tanpa klasifikasi ke dalam beberapa bab secara tertib pada masa ini sudah dihimpun perbab. Materi hadisnya dihimpun dari shuhuf yang ditulis oleh para sahabat sebelumnya dan diperoleh melalui periwayatan secara lisan baik dari sahabat atau tabi’in.
Di antara buku-buku yang muncul pada masa tabi’in adalah:
1.      Al-Muwaththa yang ditulis oleh Imam Malik
2.      Al-Mushannaf oleh Abdul Razzaq bin Hammam Ash-Shan’ani
3.      As-Sunnah ditulis oleh Abd bin Manshur
4.      Al-Mushannaf dihimpun oleh Abu Bakar bin Syaybah
5.      Musnad Asy-Syafi’i.[12]

F.     Pergolakan Politik dan Pemalsuan Hadis
Pergolakan ini sebenarnya pada masa sahabat, setelah terjadinya perang Jamal dan perang Siffin, berakibat cukup panjang dan berlarut-larut dengan tercepahnya umat Islam ke dalam beberapa kelompok.
Secara langsung ataupun tidak, pergelokan politik seperti di atas, cukup memberikan pengaruh terhadap perkembangan berikutnya. Pengaruh yang bersifat langsung dan bersifat negatif, ialah dengan munculnya hadis-hadis palsu (maudhû’) untuk mendukung kepentingan politiknya masing-masing kelompok dan untuk menjatuhkan posisi lawan-lawannya.
Adapun pengaruh yang berakibat positif, adalah lahirnya rencana dan usaha yang mendorong diadakannya kodifikasi atau tadwîn hadis, sebagai upaya penyelamatan dari pemusnahan dan pemalsuan, sebagai akibat dari pergolakan politik tersebut.[13]

G.    Kesimpulan
Periwayatan hadits pada masa tabi’in tidak jauh berbeda dengan para sahabat. Hanya saja pada masa ini Al-Qur’an sudah dikumpulkan dalam satu mushaf. Pada masa tabi’in timbul usaha yang lebih sungguh-sungguh untuk mencari dan meriwayatkan hadits. Apalagi sejak semakin maraknya hadits-hadits palsu yang muncul dari beberapa golongan untuk kepentingan politik.
Di antara dokumen-dokumen hadis yang ditulis oleh atau berasal dari kalangan tabi’in adalah : Shahîfat Sa’îd ibn Jubair, Shahîfat Sulaiman ibn Qais al-Yasykuriy, Shahîfat Muhammad ibn ‘Aliy ibn Abî Thâlib-ibn al-Hanafiyah, Kitab Muhammad ibn ‘Aliy al-Bâqir, Musnad Imam Zaid, dan Shahîfat Hammâm ibn Munabbih.
Pergelokan politik pada masa tabi’in ini cukup memberikan pengaruh yang bersifat langsung dan negatif dengan munculnya hadis-hadis palsu (maudhû’), adapun pengaruh yang berakibat positif  yaitu lahirnya rencana dan usaha yang mendorong diadakannya kodifikasi atau tadwîn hadis, sebagai upaya penyelamatan dari pemusnahan dan pemalsuan.

                                         





[1]Teungku Muhammad Hasbi Ash-Shiddieqy, Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadis, (Semarang: PT Pustaka Rizki Putra, 2010), h.217.
[2] Ibid, hlm.48
[3] Idri, Studi Hadis, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2010), hlm. 44
[4] Muhammad Ajaj Al-Khatib, Hadits Nabi Sebelum di Bukukan, (Jakarta: Gema Insani, 1999), hlm. 205-206.
[5] Teungku Muhammad Hasbi Ash-Shiddieqy, op.cit., hlm. 49
[6] Ibid, hlm. 50.
[7]Munzir Suparta, Ilmu Hadis, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2010), hlm 87.
[8] Ibid, hlm. 88
[9]Saifuddin, Tadwin Hadis: Kontribusinya Dalam Perkembangan Historiografi Islam, Banjarmasin: Antasari Press, 2008, hlm. 158.
[10] Ibid, hlm. 161
[11] Ibid, hlm. 162.
[12] Abdul Majid Khon, Ulumul Hadis, (Jakarta: Amzah, 2010), hlm. 54-55.
[13]Munzir Suparta, Op.Cit. h.88

Tidak ada komentar:

Posting Komentar